ALLAH SWT. sudah memberikan keringanan untuk suami istri berhubungan intim di malam hari Ramadan, atau dalam rentang waktu setelah berbuka puasa hingga menjelang imsak atau dimulaikan berpuasa di hari berikutnya. Sebetulnya, sangat panjang waktu yang tersedia bagi suami istri menyalurkan hasrat yang halal tersebut.
Hanya saja, setan dapat menggelincirkan orang-orang yang sedang berpuasa sehingga melanggar larangan hubungan intim saat melaksanakan ibadah puasa. Padahal puasa bertujuan mengendalikan hawa nafsu di perut dan di bawah perut, sehingga dibutuhkan kesungguhan dalam menjaga puasa kita supaya tidak tersesat oleh godaan setan.
Dan ternyata bukan hanya harus mengganti puasa di luar Ramadan, tetapi sangat berat sanksi atau kafarat yang harus dipikul oleh siapa saja yang berhubungan intim saat berpuasa.
Abu Malik Kamal dalam bukunya Fikih Sunnah Wanita (2017: 298) menjelaskan:
Hal-hal yang membatalkan puasa dan mewajibkan qadha serta kafarat sekaligus; berhubungan suami istri. Apabila seorang laki-laki melakukan hubungan intim dengan istrinya secara sengaja di siang hari bulan Ramadhan, maka batallah puasa mereka dan wajib bagi mereka untuk mengqadhanya.
Dan juga wajib bagi sang suami untuk membayar kafarat, jika ia telah melakukannya maka itu telah cukup untuk dirinya dan juga istrinya, menurut pendapat yang paling kuat, namun sebagian besar ulama berpendapat bahwa mereka berdua wajib membayar kafarat.
Maka siapa saja yang berhubungan intim saat berpuasa, dengan demikian puasanya pun batal, dan dirinya berkewajiban mengqadha atau menggantinya pada hari-hari di luar Ramadan. Dan perlu diingat bahwa, pelaku pelanggaran ini dikenai kafarat atau denda yang sangat berat.
Muhammad Utsman al-Khasyat dalam bukunya Fiqh Wanita Empat Mazhab (2023: 159-160) menerangkan:
Orang yang merusak puasa Ramadannya dengan jima', maka wajib baginya mengqadha' puasanya dan membayar kafarat (denda); sebab dia telah menodai kehormatan puasa, padahal dia bukan merupakan orang yang dibolehkan untuk tidak berpuasa atau membatalkan puasa.
Kafaratnya ada tiga macam pilihan, yakni:
Pertama, memerdekakan budak;
Kedua, berpuasa selama dua bulan berturut-turut, sedang di antara hari-harinya tidak terselang adanya puasa Ramadan, hari raya, ataupun hari Tasyriq;
Ketiga, memberi makan kepada 60 orang miskin; yakni makanan yang serupa dengan makanan yang biasa dia berikan kepada keluarganya.
Ketiga macam kafarat ini merupakan urutan. Karenanya, wajib untuk melaksanakan yang pertama terlebih dahulu; jika tidak mampu, maka boleh memilih yang kedua; dan jika tidak mampu, maka boleh memilih yang ketiga.
Kafarat juga wajib ditunaikan oleh pihak istri, jika sang istri melakukan jima'nya atas dasar sukarela, bukan dipaksa; sebab dia juga telah merusak puasa Ramadannya dengan jima'. Dia wajib membayar kafarat sebagaimana sang suami.
Tindakan membayar kafarat ini tidak hanya sebagai bentuk tanggung jawab terhadap Allah Swt., tetapi juga sebagai upaya untuk memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan. Ini merupakan bagian dari konsep tobat dan penyesalan, di mana umat muslim diajarkan untuk mengakui kesalahan mereka, meminta ampunan kepada Allah Swt., dan menunaikan kafarat sebagai penebus dosa yang telah dilakukan.
Sehingga dapat disimpulkan, perbuatan melakukan hubungan suami istri secara sengaja di siang hari bulan Ramadan memiliki konsekuensi yang sangat serius dalam hukum Islam. Selain membatalkan puasa, pelaku juga diwajibkan untuk mengqadha puasa yang dibatalkan dan membayar kafarat.
Akan tetapi, yang terbaik itu adalah mengendalikan hawa nafsu hingga ke level yang sesuai dengan tuntunan agama.
Perhatikanlah kafaratnya yang sangat berat, oleh sebab itu jangan pernah berpikir untuk melanggarnya. Toh tersedia waktu berhubungan intim sesudah berbuka puasa atau di malam-malam Ramadan. (F)
KOMENTAR ANDA